Sejarah Masjid Agung Pondok Tinggi Kerinci

    Team

    Dibangun Tahun 1874

    Kerincisungaipenuh.com - Terletak di tepi Jalan Depati Payung, Kelurahan Pondok Tinggi, Kota Sungai Penuh, Jambi, Masjid Agung Pondok Tinggi memancarkan pesona keindahan dan sejarah panjangnya sebagai bagian yang tak terpisahkan dari kawasan sekitar Gunung Kerinci.

    Dibangun melalui kerja gotong royong pada 1 Juni 1874, masjid ini menjadi saksi bisu perkembangan Islam di daerah ini, dengan nama yang berubah menjadi Masjid Agung Pondok Tinggi setelah kunjungan Wakil Presiden RI Mohammad Hatta pada tahun 1953.

    Rancangan masjid dipilih berdasarkan masukan dari empat orang perencana. Yang terpilih adalah rancangan yang dibuat oleh Bapak/ayahnya M. Tiru dari Rio Mandaro. Untuk melaksanakan pekerjaan pembangunan, dipilihlah 12 orang tenaga ahli pertukangan.

    Setelah semua persiapan beres maka dimulailah pekerjaan mendirikan tiang dan dinding masjid pada hari Rabu, 1 Juni 1874 M. Selama 7 hari 7 malam diadakan keramaian dengan menyembelih 12 ekor kerbau. Pada perayaan itu hadir pangeran pemangku dari Jambi (tidak disebutkan namanya).


    Mempunyai 36 Tiang

    Masjid Agung Pondok Tinggi ini ditopang oleh 36 buah tiang besar dan kokoh, dibagi dalam tiga jenis, yaitu sebagai berikut.

    Sejarah Masjid Agung Pondok Tinggi[Tempat Wisata Pro]

    Tiang Panjang Sambilea (sembilan) sebanyak empat buah, membentuk segi empat yang paling dalam. Masing-masing dibuat dari batang pohon yang utuh dan kuat. Keempat tiang tersebut dinamai Tiang Tuo (Jawa: sokoguru). Tiang Tuo tersebut diberi paku emas untuk menolak bala, dan pada puncak tiang diberi kain berwama merah dan putih sebagai lambang kemuliaan.

    Tiang Panjang Limau (lima) sebanyak delapan buah, membentuk segi empat di tengah, sehingga tampak berjajar rapi.

    Tiang Panjang Duea (dua) sebanyak 24 buah, membentuk segi empat yang paling luar disebut panjang duea karena panjangnya dua depa (sekitar dua meter). Tiang tersebut diatur sedemikian rupa sehingga pada setiap sisi segi empat yang paling luar itu, yakni sebelah timur selatan, dan barat, tampak berjajar masing-masing tujuh buah.

    Di samping 36 buah tiang tersebut, masih ada lagi beberapa tiang sambut, yakni tiang yang bergantung, tidak menghunjam ke tanah tetapi terikat atau terpaut pada kayu-kayu alang. Dari struktur dan pengaturan tiang-tiang itu, kita dapat menyimpulkan bahwa susunan tiang itu sudah menggunakan ilmu daya lenting untuk mengantisipasi terjadinya goncangan akibat gempa bumi.

    Bentuk atap Masjid Agung Ondok Tinggi yang berupa atap tumpang bersusun tiga, makin ke atas makin kecil, dan paling puncak berbentuk. limas melambangkan tatanan hidup masyarakat Kerinci yang berketuhanan, yakni: bapucak satau, barempe juroi, batingkat tigae. Artinya berpucuk satu, berjurai empat, dan bertingkat tiga.

    Adapun maksudnya dapat diterangkan sebagai berikut.

    1. Berpucuk satu, maksudnya menghormati satu kepala adat dan men- junjung tinggi kepercayaan pada Yang Kuasa.

    2. Berjurai empat, maksudnya di Dusun Pondok Tinggi ada empat jurai Pada setiap jurai ada satu orang ninik mamak (pemangku adat) dar satu orang imam (ulama). Jadi, di Dusun Pondok Tinggi ada empat orang ninik mamak dan empat orang imam.

    3. Bertingkat tiga, menunjukan bahwa masyarakat Dusun Pondok Tinge tidak pemah melepaskan seko nan tega takak, yakni pusaka tiga tingkat yang terdiri atas: pusaka tengnai, pusaka ninik mamak, dan pusaka depati.

    Masjid ini pada tahun 1953 pemah dikunjungi Dr. Mohammad Hatta yang pada waktu itu menjabat sebagai Wakil Presiden RI dalam kunjungan kerja ke daerah Sungai Penuh, didampingi Bapak Ruslan Mulyoharjo selaku Gubemur Sumatra Tengah waktu itu.

    Bung Hatta berpesan agar masjid agung ini dilestarikan dan dipelihara dengan baik sebagai warisan budaya yang sangat berharga.